Sabtu, 25 Februari 2017

TEORI HUMANISME

TEORI HUMANISME
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Pendekatan humanistic dalam pendidikan menekankan pada perkembangan emosional peserta didik. Teori ini bertolak belakang dengan teori behavioristik yang berpendapat bahwa emosi dapat mengganggu suatu pembelajaran. Sedangkan dalam pembelajaran humanistic emosi merupakan suatu potensi terbesar manusia. Apabila kita mengabaikan humanistic maka kita mengabaikan potensi yang terbesar dari manusia.
Tokoh-tokoh dalam teori humanistic adalah sebagai berikut:
1.       Arthur Combs : Menurut Combs, perilaku yang keliru atau tidak baik terjadi karena tidak adanya kesediaan seseorang melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai akibat dari adanya sesuatu yang lain, yang lebih diminati. Contohnya guru yang murid-muridnya tidak berminat belajar, hal itu karena bukan karena mereka memiliki intelegen yang rendah akan tetapi murid-murid itu tidak berminat melakukan apa yang dikehendaki oleh guru. Hal ini bisa diatasi dengan membuat metode belajar yang tidak membosankan didalam kelas.
2.       Teori Maslow : teori ini didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
a. Suatu usaha yang positif untuk berkembang
b. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Masing-masing orang  memiliki berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
3.       Carl Ransom Rogers
Rogers membagi dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Meskipun teori yang kemukakan oleh Rogers adalah salah satu dari teori holistik, akan tetapi keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya.
Asumsi dasar teori Rogers adalah:
- Kecenderungan formatif
 Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
 - Kecenderungan aktualisasi
-Kecenderungan dari setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual memiliki kekuatannya sendiri untuk menyelsaikan masalahnya.

Teori humanism dalam pembelajaran

Dalam teori ini skriswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar